Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan.
Agar pengetahuan yang dihasilkan melalui penalaran tersebut mempunyai
dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan dengan suatu
cara dan prosedur tertentu. Penarikan kesimpulan dari proses berpikir
dianggap valid bila proses berpikir tersebut dilakukan menurut cara
tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan seperti ini disebut sebagai
logika.
Logika dapat didiefinisikan secara luas sebagai pengkajian untuk
berpikir secara valid. Dalam penalaran ilmiah, sebagai proses untuk
mencapai kebenaran ilmiah dikenal dua jenis cara penarikan kesimpulan
yaitu logika induktif dan logika deduktif. Logika induktif berkaitan
erat dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata yang
sifatnya khusus dan telah diakui kebenarannya secara ilmiah menjadi
sebuah kesimpulan yang bersifat umum.
Sedangkan logika deduktif adalah penarikan kesimpulan yang diperoleh
dari kasus yang sifatnya umum menjadi sebuah kesmpulan yang ruang
lingkupnya lebih bersifat individual atau khusus.
A.Penalaran Induktif
Penalaran yang bertolak dari penyataan-pernyataan yang khusus dan menghasilkan simpulan yang umum.
Bentuk-bentuk Penalaran Induktif :
a) Generalisasi :
Proses penalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan yang mempunyai
sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum
Contoh generalisasi :
v Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jika dipanaskan, platina memuai
Jadi, jika dipanaskan, logam memuai.
v Jika ada udara, manusia akan hidup.
Jika ada udara, hewan akan hidup.
Jika ada udara, tumbuhan akan hidup.
Jadi, jika ada udara mahkluk hidup akan hidup.
b) Analogi :
Cara penarikan penalaran dengan membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama.
Contoh analogi :
Nina adalah lulusan Akademi Amanah.
Nina dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Ali adalah lulusan Akademi Amanah.
Oleh Sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
c) Hubungan kausal :
penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan.
Macam hubungan kausal :
1) Sebab- akibat.
Hujan turun di daerah itu mengakibatkan timbulnya banjir.
2) Akibat – Sebab.
Andika tidak lulus dalam ujian kali ini disebabkan dia tidak belajar dengan baik.
3) Akibat – Akibat.
Ibu mendapatkan jalanan di depan rumah becek, sehingga ibu beranggapan jemuran di rumah basah.
Induksi merupkan cara berpikir dengan menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual.
Penalaran induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataaann-pernyataan
yang ruang lingkupnya khas dan terbatas dalam menysusun argumentasi yang
diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.
Misalkan kita mempunyai fakta bahwa katak makan untuk mempertahankan
hidupnya, ikan , sapi, dan kambing juga makan untuk mempertahankan
hidupnya, maka dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa semua hewan
makan untuk mempertahankan hidupnya.
Kesimpulan yang bersifat umum ini penting artinya karena mempunyai dua
keuntungan. Keuntungan yang pertama adalah pernyataan yang bersifat umum
ini bersifat ekonomis, maskudnya melalui reduksi terhadap berbagai
corak dan sekumpulan fakta yang ada dalam kehidupan yang beraneka ragam
ini dapat dipersingkat dan diungkapkan menjadi beberapa pernyataan.
Pengetahuan yang dikumpulkan manusia bukanlah sekedar koleksi dari
berbagai fakta melainkan esensi dan juga fakta-fakta tersebut.
Demikian juga dalam pernyataan mengenai fakta yang dipaparkan,
pengetahuan tidak bermaksud membuat reproduksi dari objek tertentu
melainkan menekankan kepada strukstur dasar yang menyangga wujud fakta.
Sebagai contoh, bagaimanapun lengkapnya dan cermatnya sebuah pernyataan
dibuat untuk mengungkapkan betapa nikmatnya hubungan intim dirasakan
seorang wanita atas keinginan suka sama suka dan perihnya hubungan intim
karena pemerkosaan, tidak mungkin dapat merreproduksikan hal itu.
Pengetahuan cukup puas dengan pernyataan elementer yang bersifat
kategoris bahwa hubungan intim atas dorongan suka sama suka indah,
nikmat, dan hubungan intim karena pemerkosaan sangatlah menyakitkan.
Pernyataan seperti ini sudah cukup bagi manusia untuk bersifat
fungsional dalam kehidupan praktis dan berpikir teoritis.
Keuntungan yang kedua dari pernyataan yang bersifat umum adalah
dimungkinkan proses penalaran selanjutnya baik secara induktif maupun
deduktif. Secara induktif maka dari berbagai pernyataan yang bersifat
umum dapat disimpulkan pernyataan yang bersifat lebih umum lagi.
Misalkan dari contoh sebelumnya bahwa kesimpulan semua hewan perlu makan
untuk mempertahankan hidupnya, kemudian dari kenyataan bahwa manusia
juga perlu makan untuk mempertahankan hidupnya, maka dapat dibuat lagi
kesmpulan bahwa semua mahluk hidup perlu makan untuk mempertahankan
hidupnya. Penalaran seperti ini memungkinkan disusunnya pengetahuan
secara sistematis yang mengarah kepada pernyataan-pernyataan yang main
lama makin bersifat fundamental.
B. Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif adalah kegiatan berpikir yang sebaliknya dari penalaran induktif.
Deduksi adalah cara berpikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.
Penarikkan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola
berpikir yang dinamakan silogisme. Silogisme disusun dari dua buah
pernyataan dan sebuah kesimpulan.
Pernyataan yang mendukung silogisme ini disebut sebagai premis yang kemudian dibedakan menjadi
1) premsi mayor dan
2) premis minor.
Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif
berdasarkan kedua premis tersbut. Penarikan kesimpulan secara deduktif
dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Penarikan tidak
langsung ditarik dari dua premis. Penarikan secara langsung ditarik dari
satu premis.
Dari contoh sebelumnya misalkan kita menyusun silogisme sebagai berikut.
v Semua mahluk hidup perlu makan untuk mempertahanka hidupnya (Premis mayor)
v Joko adalah seorang mahluk hidup (Premis minor)
v Jadi, Joko perlu makan untuk mempertahakan hidupnya (Kesimpulan)
Kesimpulan yang diambil bahwa Joko juga perlu makan untuk
mempertahankan hidupnya adalah sah menurut penalaran deduktif, sebab
kesimpulan ini ditarik secara logis dari dua premis yang mendukungnya.
Pertanyaan apakah kesimpulan ini benar harus dikembalikan kepada
kebenaran premis-premis yang mendahuluinya. Apabila kedua premis yang
mendukungnya benar maka dapat dipastikan bahwa kesimpulan yang
ditariknya juga adalah benar. Mungkin saja kesimpulannya itu salah,
meskipun kedua kedua premisnya benar, sekiranya cara penarikkan
kesimpulannya tidak sah.
Dengan demikian maka ketepatan penarkkan kesimpulan tergantung dari tiga hal yaitu:
1) kebenaran premis mayor,
2) kebenaran premis minor, dan
3) keabsahan penarikan kesimpulan.
Apabila salah satu dari ketiga unsur itu persyaratannya tidak terpenuhi
dapat dipastikan kesimpulan yang ditariknya akan salah. Matematika
adalah pengetahuan yang disusun secara deduktif.
C. Korelasi Penalaran Deduktif dan Induktif
Kedua penalaran tersebut seolah-olah merupakan cara berpikir yang
berbeda dan terpisah. Tetapi dalam prakteknya, antara berangkat dari
teori atau berangkat dari fakta empirik merupakan lingkaran yang tidak
terpisahkan.
Kalau kita berbicara teori sebenarnya kita sedang mengandaikan fakta dan
kalau berbicara fakta maka kita sedang mengandaikan teori. Dengan
demikian, untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah kedua penalaran tersebut
dapat digunakan secara bersama-sama dan saling mengisi, dan dilaksanakan
dalam suatu ujud penelitian ilmiah yang menggunakan metode ilmiah dan
taat pada hukum-hukum logika.
Upaya menemukan kebenaran dengan cara memadukan penalaran deduktif
dengan penalaran induktif tersebut melahirkan penalaran yang disebut
dengan reflective thinking atau berpikir refleksi. Proses berpikir
refleksi ini diperkenalkan oleh John Dewey (Burhan Bungis: 2005; 19-20),
yaitu dengan langkah-langkah atau tahap-tahap sebagai berikut :
v The Felt Need,
Ø yaitu adanya suatu kebutuhan. Seorang merasakan adanya suatu kebutuhan
yang menggoda perasaannya sehingga dia berusaha mengungkapkan kebutuhan
tersebut.
v The Problem,
Ø yaitu menetapkan masalah. Kebutuhan yang dirasakan pada tahap the felt
need di atas, selanjutnya diteruskan dengan merumuskan, menempatkan dan
membatasi permasalahan atau kebutuhan tersebut, yaitu apa sebenarnya
yang sedang dialaminya, bagaimana bentuknya serta bagaimana
pemecahannya.
v The Hypothesis,
Ø yaitu menyusun hipotesis. Pengalaman-pengalaman seseorang berguna
untuk mencoba melakukan pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Paling
tidak percobaan untuk memecahkan masalah mulai dilakukan sesuai dengan
pengalaman yang relevan. Namun pada tahap ini kemampuan seseorang hanya
sampai pada jawaban sementara terhadap pemecahan masalah tersebut,
karena itu ia hanya mampu berteori dan berhipotesis.
v Collection of Data as Avidance,
Ø yaitu merekam data untuk pembuktian. Tak cukup memecahkan masalah
hanya dengan pengalaman atau dengan cara berteori menggunakan
teori-teori, hukum-hukum yang ada. Permasalahan manusia dari waktu ke
waktu telah berkembang dari sederhana menjadi sangat kompleks; kompleks
gejala maupun penyebabnya. Karena itu pendekatan hipotesis dianggap
tidak memadai, rasionalitas jawaban pada hipotesis mulai dipertanyakan.
Masyarakat kemudian tidak puas dengan pengalaman-pengalaman orang lain,
juga tidak puas dengan hukum-hukum dan teori-teori yang juga dibuat
orang sebelumnya. Salah satu alternatif adalah membuktikan sendiri
hipotesis yang dibuatnya itu. Ini berarti orang harus merekam data di
lapangan dan mengujinya sendiri. Kemudian data-data itu
dihubung-hubungkan satu dengan lainnya untuk menemukan kaitan satu sama
lain, kegiatan ini disebut dengan analisis. Kegiatan analisis tersebut
dilengkapi dengan kesimpulan yang mendukung atau menolak hipotesis,
yaitu hipotesis yang dirumuskan tadi.
v Concluding Belief,
Ø yaitu membuat kesimpulan yang diyakini kebenarannya. Berdasarkan hasil
analisis yang dilakukan pada tahap sebelumnya, maka dibuatlah sebuah
kesimpulan, dimana kesimpulan itu diyakini mengandung kebenaran.
v General Value of The Conclusion,
Ø yaitu memformulasikan kesimpulan secara umum. Konstruksi dan isi
kesimpulan pengujian hipotesis di atas, tidak saja berwujud teori,
konsep dan metode yang hanya berlaku pada kasus tertentu – maksudnya
kasus yang telah diuji hipotesisnya – tetapi juga kesimpulan dapat
berlaku umum terhadap kasus yang lain di tempat lain dengan
kemiripan-kemiripan tertentu dengan kasus yang telah dibuktikan tersebut
untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Proses maupun hasil berpikir refleksi di atas, kemudian menjadi popular
pada berbagai proses ilmiah atau proses ilmu pengetahuan. Kemudian,
tahapan-tahapan dalam berpikir refleksi ini dipatuhi secara ketat dan
menjadi persyaratan dalam menentukan bobot ilmiah dari proses tersebut.
Apabila salah satu dari langkah-langkah itu dilupakan atau dengan
sengaja diabaikan, maka sebesar itu pula nilai ilmiah telah dilupakan
dalam proses berpikir ini.
2. SILOGISME KATEGORIAL
Silogisme Kategorial : Silogisme yang terjadi dari tiga proposisi.
1. Premis umum : Premis Mayor (My)
2. Premis khusus remis Minor (Mn)
3. Premis simpulan : Premis Kesimpulan (K)
Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term mayor, dan predikat simpulan disebut term minor.
Aturan umum dalam silogisme kategorial sebagai
berikut:
1. Silogisme harus terdiri atas tiga term yaitu : term mayor, term minor, term penengah.
2. Silogisme terdiri atas tiga proposisi yaitu premis mayor, premis minor, dan kesimpulan.
3. Dua premis yang negatif tidak dapat menghasilkan simpulan.
4. Bila salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negatif.
5. Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yang positif.
6. Dari dua premis yang khusus tidak dapat ditarik satu simpulan.
7. Bila premisnya khusus, simpulan akan bersifat khusus. Dari premis
mayor khusus dan premis minor negatif tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh silogisme Kategorial:
My : Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA
Mn : Badu adalah mahasiswa
K : Badu lulusan SLTA
My : Tidak ada manusia yang kekal
Mn : Socrates adalah manusia
K : Socrates tidak kekal
My : Semua mahasiswa memiliki ijazah SLTA.
Mn : Amir tidak memiliki ijazah SLTA
K : Amir bukan mahasiswa
a dua cara untuk menarik kesimpulan dari suatu teks atau wacana yakni melalui penalaran deduksi dan penalaran induksi.
Penalaran deduksi dilakukan terhadap data (pernyataan) umum untuk
kemudian ditarik kesimpulan yang khusus. Penalaran deduksi terbagi atas
dua bagian yaitu silogisme dan entimen.
Silogisme adalah penalaran deduksi secara tidak langsung. Silogisme
memerlukan dua premis sebagai data. Premis pertama disebut premis umum,
premis yang kedua disebut premis khusus. Dari kedua premis tersebut,
kesimpulan itu dirumuskan. Penalaran deduksi yang kedua yaitu entimen.
Entimen adalah penalaran deduksi secara langsung.
Contoh:
Silogisme
PU: Binatang mamalia melahirkan anak dan tidak bertelur.
PK: Ikan paus binatang binatang mamalia.
K : Ikan paus melahirkan anak dan tidak bertelur.
Entimen
Ikan paus melahirkan anak dan tidak bertelur karena termasuk binatang mamalia.
Penalaran induksi dilakukan terhadap peristiwa-peristiwa khusus,
untuk kemusian dirumuskan sebuah kesimpulan, yang mencakup semua
peristiwa-peristiwa khusus itu. Yang termasuk ke dalam penalaran induksi
yaitu generalisasi, analogi, dan hubungan kausal.
Generalisasi adalah proses penalaran yang menggunakan beberapa
pernyataan yang mempunyai ciri-ciri tertentu untuk mendapatkan
kesimpulan yang bersifat umum.
Analogi adalah cara bernalar dengan membandingkan dua hal yang
memiliki sifat sama. Cara ini didsarkan asumsi bahwa jika sudah ada
persamaan dalam berbagai segi, maka akan ada persamaan pula dalam bidang
lain.
Hubungan kausal adalah cara penalaran yang diperoleh dari peristiwa-peristiwa yang memiliki pola hubungan sebab-akibat.
Contoh:
Generalisasi
Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jadi, jika dipanaskan, semua logam akan memuai.
Analogi
Arief seorang alumni SMUN 1 Tegal dapat diterima kerja di perusahaan
Pak Subur. Oleh sebab itu, Nani yang juga lulusan SMUN 1 Tegal pasti
dapat pula diterima kerja di perusahaan pak Subur.
Hubungan Kausal
Kemarin Badu tidak masuk kantor. Hari ini pun tidak. Pagi tadi
istrinya pergi ke apotek membeli obat. Karena itu, pasti Badu sedang
sakit.
Berpikir induktif
Induksi adalah cara mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal
atau peristiwa khusus untuk menentukan hukum yang umum (Kamus Umum
Bahasa Indonesia, hal 444 W.J.S.Poerwadarminta. Balai Pustaka 2006)
Induksi merupakan cara berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang
bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Penalaran
secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang
mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun
argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum (filsafat
ilmu.hal 48 Jujun.S.Suriasumantri Pustaka Sinar Harapan. 2005)
Berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan
bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena
yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif. (www.id.wikipedia.com)
Jalan induksi mengambil jalan tengah, yakni di antara jalan yang
memeriksa cuma satu bukti saja dan jalan yang menghitung lebih dari
satu, tetapi boleh dihitung semuanya satu persatu. Induksi mengandaikan,
bahwa karena beberapa (tiada semuanya) di antara bukti yang
diperiksanya itu benar, maka sekalian bukti lain yang sekawan, sekelas
dengan dia benar pula.
Buat contoh penegasan kita kembali pada masyarakat Yunani, masyarakat
yang sebenarnya merintis kesopanan manusia. Lama sudah terpendam dalam
otaknya Archimedes, pemikir Yunani yang hidup 250 tahun sebelum Masehi,
persoalan: apa sebab badan yang masuk barang yang cair itu, jadi enteng
kekurangan berat? Ketika mandi, maka jawab persoalan tadi tiba-tiba
tercantum di matanya dan kegiatan yang memasuki jiwanya menyebabkan dia
lupa akan adat istiadat negara dan bangsanya. Dengan melupakan
pakaiannya, ia keluar dari tempat mandinya dengan bersorak-sorakkan
“heureuka” saya dapati, saya dapati, adalah satu contoh lagi dari
kuatnya nafsu ingin tahu dan lazatnya obat haus “ingin” tahu itu.
Archimedes menjalankan experiment yang betul, ialah badannya sendiri,
yang jadi benda yang dicemplungkan ke dalam air buat mandi. Dengan cara
berpikir, yang biasa dipakainya sebagai pemikir besar, ia bisa bangunkan
satu undang yang setiap pemuda yang mau jadi manusia sopan mesti
mempelajari dalam sekolah di seluruh pelosok dunia sekarang.
Menurut undang Archimedes, maka kalau benda yang padat (solid)
terbenam pada barang cair, maka benda tadi kehilangan berat sama dengan
berat zat cair yang dipindahkan oleh benda itu.Tegasnya kalau berat
Archimedes di luar air umpamanya B gram dan berat air yang dipindahkan
oleh badan Achimedes b gram, maka berat Archimedes dalam air tidak lagi B
gram, melainkan (B-b) gr.
Dengan contoh dirinya sendiri sebagai benda dan air sebagai barang
cair, maka simpulan yang didapatkan Archimedes dalam tempat mandi itu
belumlah boleh dikatakan undang. Semua benda dalam alam, kalau
dicemplungkan ke dalam semua zat cair mestinya kekurangan berat sama
dengan berat-zat cair yang dipindahkan oleh benda itu. Kalau semuanya
takluk pada kesimpulan tadi, barulah kesimpulan itu akan jadi Undang dan
barulah Archimedes tak akan dilupakan oleh manusia sopan, manusia yang
betul-betul terlatih sebagai bapak undang itu. (Madilog. hal 100-101 Tan Malaka, Pusat Data Indikator)
MACAM-MACAM PENALARAN INDUKTIF
1. GENERALISASI
Generalisasi adalah penalaran induktif dengan cara menarik kesimpulan
secara umum berdasarkan sejumlah data. Jumlah data atau peristiwa khusus
yang dikemukakan harus cukup dan dapat mewakili.
Contoh :
Generalisasi juga di sebut induksi tidak sempurna ( lengkap ). Guna
menghindari generalisasi yang terburu – buru, Aristoteles berpendapat
bahwa bentuk induksi semacam ini harus di dasarkan pada pemeriksaan atas
seluruh fakta yang berhubungan, tapi semacam ini jarang di capai. Jadi
kita harus mencari jalan yang lebih prakis guna membuat generalisasi
yang sah.
Tiga cara pengujian untuk menentukan generalisasi:
a). Menambah jumlah kasus yang di uji, juga dapat menambah probabilitas
sehatnya generalisasi. Maka harus seksama dan kritis untuk menentukan
apakah generalisasi ( mencapai probabilitas ).
b). Hendaknya melihat adakah sample yang di selidiki cukup representatif mewakili kelompok yang di periksa.
c). Apabila ada kekecualian, apakah juga di perhitungkan dan di perhatikan dalam membuat dan melancarkan generalisasi?
2. ANALOGI
Pemikiran ini berangkat dari suatu kejadian khusus ke suatu kejadian
khususnya lainnya, dan menyimpulkan bahwa apa yang benar pada yang satu
juga akan benar pada yang lain.
Contoh ;
Sartono sembuh dari pusing kepalanya karena minum obat ini.
Pengetahuan secara analogis adalah suau metode yang menjelaskan barang –
barang yang tidak biasa dengan istilah – istilah yang di kenal ide –
ide baru bisa di kenal atau dapat di terima apabila di hubungkan dengan
hal – hal yang sudah kita ketahui atau kita percayai.
Analogi Induktif adalah suatu cara berfikir yang di dasarkan pada
persamaan yang nyata dan terbukti. Jika memiliki suatu kesamaan dari
yang penting, maka dapat di simpulkan serupa dalam beberapa
karakteristik lainnya. Apabila hanya terdapat persamaan kebetulan dan
perbandingan untuk sekedar penjelasan, maka kita tidak dapat membuat
suatu kesimpulan.
3. HUBUNGAN KAUSALITAS
Berupa sebab sampai kepada kesimpulan yang merupakan akibat atau
sebaliknya. Pada umumnya hubungan sebab akibat dapat berlangsungdalam
tiga pola, yaitu sebab ke akibat, akibat ke sebab, dan akibat ke akibat.
Namun, pola yang umum dipakai adalah sebab ke akibat dan akibat ke
sebab. Ada 3 jenis hubungan kausal, yaitu:
(1). Hubungan sebab-akibat.
Yaitu dimulai dengan mengemukakan fakta yang menjadi sebab dan sampai
kepada kesimpulan yang menjadi akibat. Pada pola sebab ke akibat sebagai
gagasan pokok adalah akibat, sedangkan sebab merupakan gagasan
penjelas.
Contoh:
Anak-anak berumur 7 tahun mulai memasuki usia sekolah. Mereka mulai
mengembangkan interaksi social dilingkungan tempatnya menimba ilmu.
Mereka bergaul dengan teman-teman yang berasal dari latar belakang yang
berbeda. Dengan demikian, berbagai karakter anak mulai terlihat karena
proses sosialisasi itu.
(2). Hubungan akibat-sebab.
Yaitu dimulai dengan fakta yang menjadi akibat, kemudian dari fakta itu dianalisis untuk mencari sebabnya.
Contoh:
Dalam bergaul anak dapat berprilaku aktif. Sebaliknya, ada pula anak
yang masih malu-malu dan selalu dan mengandalkan temannya. Namun, tidak
dapat di pungkiri jika ada anak yang selalu mambuat ulah. Hal ini
disebabkan oleh interaksi sosial yang dilakukan anak ketika memasuki
usia sekolah.
(3). Hubungan sebab-akibat1-akibat2
Yaitu dimulai dari suatu sebab yang dapat menimbulkan serangkaian
akibat. Akibat pertama berubah menjadi sebab yang menimbulkan akibat
kedua. Demikianlah seterusnya hingga timbul rangkaian beberapa akibat.
Contoh :
Mulai tanggal 2 april 1975 harga berbagai jenis minyak bumi dalam negeri
naik. Minyak tanah, premium, solar, diesel, minyak pelumas, dan
lain-lainnya dinaikan harganya, karena pemerintah ingin mengurangi
subsidinya, dengan harapan supaya ekonomi Indonesia makin wajar. Karena
harga bahan baker naik, sudah barang tentu biaya angkutanpun akan naik
pula. Jika biaya angkutan naik, harga barang pasti akan ikut naik,
karena biaya tambahan untuk transport harus diperhitungkan. Naiknya
harga barang akan terasa berat untuk rakyat. Oleh karena itu, kenaikan
harga barang dan jasa harus diimbangi dengan usaha menaikan pendapatan
rakyat.
4. PERBANDINGAN
INDUKSI DALAM METODE EKSPOSISI
Eksposisi adalah salah satu jenis pengembangan paragraf dalam penulisan
yang dimana isinya ditulis dengan tujuan untuk menjelaskan atau
memberikan pengertian dengan gaya penulisan yang singkat, akurat, dan
padat.
Karangan ini berisi uraian atau penjelasan tentang suatu topik dengan
tujuan memberi informasi atau pengetahuan tambahan bagi pembaca. Untuk
memperjelas uraian, dapat dilengkapi dengan grafik, gambar atau
statistik. Sebagai catatan, tidak jarang eksposisi ditemukan hanya
berisi uraian tentang langkah/cara/proses kerja. Eksposisi demikian
lazim disebut paparan proses.
Langkah menyusun eksposisi:
• Menentukan topik/tema
• Menetapkan tujuan
• Mengumpulkan data dari berbagai sumber
• Menyusun kerangka karangan sesuai dengan topik yang dipilih
• Mengembangkan kerangka menjadi karangan eksposisi.
SALAH NALAR
Salah nalar adalah kesalahan struktur atau proses formal penalaran dalam
menurunkan kesimpulan sehingga kesimpulan tersebut menjadi tidak valid.
Jadi berdasarkan pengertian tersebut, salah nalar bisa terjadi apabila
pengambilan kesimpulan tidak didasarkan pada kaidah-kaidah penalaran
yang valid. Terdapat beberapa bentuk salah nalar yang sering kita
jumpai, yaitu: menegaskan konsekuen, menyangkal antiseden, pentaksaan,
perampatan-lebih, parsialitas, pembuktian analogis, perancuan urutan
kejadian dengan penyebaban, serta pengambilan konklusi pasangan.
(Sumber : Wikipedia)
Hubungan Kausal
Hubungan sebab akibat / hubungan kausal ialah hubungan keterkaitan
atau ketergantungan dari dua realitas, konsep, gagaasan, ide, atau
permsalahan. Suatu kegiatan tidak dapat mengalami suatu akibat tanpa
disertai sebab, atau sebaliknya suatu kegiatan tidak dapat menunjukkan
suatu sebab bila belum mengalami akibat.
Contoh hubungan kausal :
Kuberikan sedikit uang disakuku untuk membeli obat, ia menatap
wajahku.. Menitikkan air mata lagi.. Ia menangis karena senang
mendapatkan uang untuk membeli obat dan makanan untuk adik dan ibunya
dirumah.
Beberapa hari kemudian, aku bertemu dengan anak itu bersama ibunya di
pasar. Mereka menghampiriku,, memberiku sedikit makanan kecil sebagai
ungkapan terima kasih padaku karena telah membantu anak itu beberapa
hari yang lalu.
Pengertian lain :
Hubungan kausal (kausalitas) merupakan perinsip sebab-akibat yang dharuri
dan pasti antara segala kejadian, serta bahwa setiap kejadian
memperoleh kepastian dan keharusan serta kekhususan-kekhususan
eksistensinya dari sesuatu atau berbagai hal lainnya yang mendahuluinya,
merupakan hal-hal yang diterima tanpa ragu dan tidak memerlukan
sanggahan. Keharusan dan keaslian sistem kausal merupakan bagian dari
ilmu-ilmu manusia yang telah dikenal bersama dan tidak diliputi keraguan
apapun.
Proposisi dan Jenisnya
Penalaran adalah suatu proses berpikir manusia untuk
menghubung-hubungkan data/fakta yang ada sehingga sampai pada suatu
simpulan. Fakta/data yang akan dinalar itu boleh benar atau boleh tidak
benar. Kalimat pernyataan yang dapat dipergunakan sebagian data itu
disebut proposisi.
Yang dimaksud dengan proposisi adalah kalimat atau pernyataan yang
selalu mempunyai nilai kebenaran, mungkin pernyataan itu bernilai benar
saja, atau salah saja, tetapi tidak kedua-duanya.
o> Berdasarkan kriteria, jenis proposisi adalah :
1. Berdasarkan bentuk : Proposisi tunggal dan majemuk
2. Berdasarkan sifatnya : Proposisi kategorial dan kondisional
3. Berdasarkan kualitas : Proposisi positif (afirmatif) dan negatif
4. Berdasarkan bentuk : Proposisi umum (universal) dan khusus (partikular)
o> Berdasarkan jenis dibedakan dengan lingkaran yang disebut Lingkaran Euler, yaitu :
a. Suatu perangkat yang tercangkup dalam subjek=perangkat yang
tercangkup dalam predikat. Semua S adalah P. Contoh: Semua sehat adalah
semua tidak sakit
b. – Suatu perangkat yang tercantum dalam Subjek menjadi bagian dari predikat. Semua S adalah P. Contoh : Semua sepeda beroda
- Suatu perangkat yang tercantum dalam predikat menjadi bagian dari
Subjek. Semua S adalah P. Contoh : Sebagian binatang adalah kera
c. Suatu perangkat yang tercangkup dalam subjek berada diluar
perangkat predikat. Dengan kata lain, antara Subjek dan Predikat tidak
terdapat relasi. Tidak satu pun S adalah P. Contoh: Tidak seorang pun
manusia adalah binatang
d. Sebagian perangkat yang tercangkup dalam subjek berada diluar
perangkat predikat. Sebagian S tidaklah P. Contoh: Sebagian kaca
tidaklah bening.
Sumber :
http://vincentiawhy.blogspot.com/2010/05/penalaran-adalah-suatu-proses-berpikir_09.html
http://irabieber.wordpress.com/2011/10/26/penalaran-deduktif-dan-induktif/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar